Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) berada di dalam naungan UIN Maliki Malang. Lembaga ini memiliki sekretariat di Kedai Sinau Gedung SC Lt.1 UIN Maliki Malang Jalan Gajayana 50 Malang, contact: lkp2m_uinmlg@yahoo.com. Untuk berpartisipasi dalam mengisi website LKP2M, Anda bisa mengirimkan artikel anda ke: lkp2muinmaliki@gmail.com

Senin, 23 Agustus 2010

Ramadhan vs Kambing Hitam

Ramadhan vs Kambing Hitam

oleh Pembantu Umum LKP2M (aba_tara@yahoo.com)


“Barang siapa yang bahagia dengan kedatangan bulan ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”

Ramadhan memformulasi orang Islam bahwa ramadhan sebagai pionir dari bulan-bulan selama setahun. Paradigma bulan Ramadhan memiliki substansi bulan ‘kamil’ di antara bulan-bulan lainnya. Selain itu, desain paradok yang menyatakan bahwa setiap gerak-gerik manusia dilipat gandakan menjadi seribu kali gerak baik maupun buruk untuk nilai spiritualias. Pantas jika kedatangan ramadhan disambut sakral untuk dirayakan dengan istilah jawa ‘megengan’ atau ‘syukuran’. Indonesia mayoritas beragama Islam, mesti tidak tersentak ketika memapas seluruh sudut wilayah bergoyang menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Walaupun, menyesalkan ketika penyambutannya tidak pula dibarengi dengan pengenjotan aspek spiritualitas dari efek ‘megengan’ yang bernampak ‘orak-orakan’.

Miniatur semarak gelegar ramadhan yang dirayakan meriah, tidak satu pun baik individu maupun golongan yang memiliki aliran darah dan utamanya yang mengamalkan syariat Islam bisa dipastikan berbahagia dengan kedatangan ramadhan. Realita masyarakat Islam telah berbondong-bondong merayakan kebahagiaan datangnya ramadhan, mulai dari aspek rohani maupun aspek jasmani diset-up nuansa Islami. Untuk itu, pantas bila Indonesia lebih ramai pada bulan-bulan Ramadhan ketimbang hari kemerdekaan Indonesia dan bahkan kemeriaan ramadhan mengalahkan perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Nuansa-nuansa ramadhan lebih mengudara pada pribadi muslim.

Kenampakkan peristiwa yang terjadi dalam menyambut ramadhan, akhir-akhir ini banyak yang mengatasnamakan ramadhan. Peristiwa penertiban PKL oleh Satpol PP Surabaya di tiga kecamatan, yaitu Tegalsari, Wonokromo, dan Sawahan yang diamati oleh pengamat sosial dari Universitas Airlangga dan berpendapat bahwa niat pembersihan PKL oleh Pemerintahan Kota Surabaya tidak konsisten sebab pengususran PKL tidak disertai dengan relokasi penataan ruang kembali untuk PKL. Bukan hanya tahun-tahun ini, namuan hamper setiap tahuan menjelang ramadhan itu yang terjadi.

Hal lain yang sepadan dan sudah mentradisi yakni setiap menjelang bulan Ramadhan maupun menjelang berakhirnya bulan Ramadhan. Kaum menengah ke bawah ataupun kaum lain yang selalu disulitkan dengan melejitnya harga barang sadang, pangan, dan papan. Alasannya juga sama, bahwa mumpung ramadhan tiba maka perlu dikeruk kesempatan emasnya. Memang sangat koheren, ketika mendekati berakhirnya ramadhan yakni para masyarakat berduyun-duyun untuk berbelanja banyak guna mempersiapkan hari raya idul fitri.


Kambing Hitam

Sangat jelas, sebuah realita kebanyakan mengatasnamakan karena ramadhan. Baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan pihak-pihak yang terkait. Sangatlah janggal, ketika ramadhan menjadi kambing hitamnya. Sebab wujud ramadhan bukan menjadi bulan tameng dari perilaku manusia terhadap manusia tapi menjadi ril menuju rahmat Tuhan.
Ini wajar, kita tengok sebuah perkataan Ustman al-Khuwawi dalam kitab durotun nashihin bahwa derajat orang berpuasa memiliki tiga derajat. Pertama, puasanya orang awwam dan ketika mereka berpuasa hanyalah paham berpuasa sebagaimana nampakannya tidak secara perinci paham bagaimana puasa yang baik. Akhirnya, mereka dalam berpuasa hanya menjaga makan dan minum saja dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Kedua, puasanya orang shaleh. Orang shaleh dalam menjalankan ibadah puasa sangat berbeda jauh dengan golongan pertama. Orang shaleh berpuasa bukan hanya menjaga dari makan dan minum secara jasmani, tetapi juga menjaga rohani yang terkover dalam sikap jiwa atau hati. Artinya, sang shaleh tetap menjaga jasmani maupun rohani. Karena pada dasarnya berpuasa bertujuan untuk memerdekakan hati dari sikap chaos.

Ketiga, orang yang berpuasa dan hatinya hanya ingat kepada Tuhan. Sehingga urusan yang dilakukan oleh mereka ini hanya bertujuan untuk Tuhan. Bahkan urusan yang lain dapat tergantikan dengan urusan mengingat Tuhan. Katakan saja, orang yang seperti ini adalah orang yang pasrah kepada-Nya. Sikap totalitas begitu melekat, sehingga orang yang dekat bisa merasa heran dengan tingkah tidak wajar yang dilakukan mereka karena kedekatan alam disekelilingnya belum memahami keberadaan orang seperti ini.


Beralas-alasan

Paparan dari ketiga derajat orang berpuasa, dan yang paling sering nampak pada manusia adalah bagian pertama. Banyak orang yang menyuarakan shaleh tapi sikapnya seperti orang awwam –tidak shaleh. Banyak orang yang bisa bertutur tapi tuturan hanya tetap sebagai tuturan tidak menaklikkan perubuatan. Untuk itulah, pantas jika di bulan Ramadhan orang yang melisankan diri sebagai yang terbaik masih saja tidak setara dengan penyuaraannya. Aktivitas puasa yang dilakukan selalu saja hanya pada aspek jasmani menahan lapar dan dahaga. Dari aspek rohani hampir terlupakan untuk berpuasa pula. Sikap yang saling mencela masih ada, sikap yang saling iri masih ada, sikap beralas-alasan juga masih ada, dan sikap menyalahkan juga masih ada.

Mungkin, hanya jawaban warna-warni manusialah yang memberikan jawaban benar jika ramadhan selamanya akan menjadi kambing hitam dalam beralasan. Sedikit-sedikit karena ramadhan. Tidak ada agenda apa-apa jika tidak pada bulan ramadhan. Tidak ada aktivitas rutin membaca al-qur’an atau ‘tadarusan’ jika tidak ramadhan. Tidak rutin bershodaqoh –pamrih untuk dikenal dan dikenang– jika tidak ramadhan. Sikap demikian yang perlu kita pangkas. Semula sikap berpikir yang tidak percaya pada badan amil zakat membuat para dermawan gemar mengecer harta dengan kepanitiaan sendiri. Maka tidak ada yang dipersalahkan jika kecelakaan yang diakibatkan sikap egois memimpin demi merebut panggilan ‘dermawan’.

Seyogyanya, ramadhan datang memberikan pancingan awal untuk berkiprah yang lebih baik, bukan setelah ramadhan aktivitas baik menjadi stagnan (kemandekan) dan menunggu berputarnya waktu ramadhan tahun depan. Semoga kelancaran usaha dan doa menghantarkan kita pada cita-cita secara simultan ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar